Sari baru saja melipat
sajadahnya, ketika sayup-sayup didengarnya suara salam.
“Wa’alaikumussalam...” sahutnya
sambil tergopoh-gopoh berlari kepintu utama rumah mungilnya. Matanya terbelalak
lebar saat pintu terkuak, sesosok tinggi semampai tersenyum lebar sambil
merentangkan tangannya dan berteriak.
“Sariiiiii…”
“Jenniiiiiiii…”
Dua orang sahabat berpelukan
erat, saling melepas kerinduan. Lima belas tahun berpisah, membuat sari begitu
bahagia dapat bertemu kembali dengan sahabat kecilnya. Lima tahun lalu ia
menemukan Jenny melalui jejaring sosial, dan sebulan lalu Jenny memberi kabar
kalau ia akan pulang ke Indonesia. Lima belas tahun hidup di Eropa bersama
omanya, membuat Jenny tumbuh menjadi wanita cantik nan modis. Tak
henti-hentinya Sari berdecak kagum melihat dandanan Jenny. Dari ujung kaki
hingga ujung rambut sangat menarik untuk dipandang.
“kamu cantik banget.” Puji Sari
tulus
“thanks ,” sahut Jenny datar, dan
tiba-tiba mukanya murung. Mendung menggelayuti parasnya yang cantik.
“aku ingin kembali sari….aku
ingin seperti kamu..” katanya lirih
Sari menatap bingung pada
sahabatnya itu. Jenny ingin hidup seperti ia, yang tinggal dirumah kontrakan
kecil? Ingin hidup sederhana dipinggiran kota? Ah, bercanda dia, batinnya.
“Aku melihat ketenangan dalam
hidupmu Sari,”lanjutnya sambil menatap tajam pada mata Sari,”Aku tidak!”
“Aku dimanjakan oleh harta dan
gemerlapnya dunia,hingga aku lupa bahwa ada tempat kembali yang kita kekal
didalamnya. Sari aku kekeringan cinta, aku kekeringan mental, aku jauh dari
Allah, aku muslimah tapi aku tak melakukan kewajibanku sebagai muslim.” Air
mata Jenny mulai menganak sungai.
Sari memeluk sahabatnya untuk
memberikan ketenangan. Allah SWT memang belum memberinya kelimpahan harta
seperti yang dimiliki Jenny dan teman-teman lain seangkatannya semasa sekolah,
tapi Allah mengaruniai Sari ketenangan hati, kebahagiaan dalam rumah tangga
kecilnya.
Rumah kontrakan mungil ini adalah tempat ia hidup bersama lima anak
yang ia temukan dibuang oleh orang tuanya dalam kardus saat mereka bayi. Ia
besarkan anak-anak itu bersama suaminya layaknya anak kandung, karena sampai
hari ini ia belum dikaruniai anak dari rahimnya sendiri. Mereka adalah menyejuk
pandangan untuk ia dan suaminya.
“Jen, Allah Maha
penerima tobat bagi hambanya yang sungguh-sungguh ingin bertobat.” Bisiknya
pada Jenny.” Sekarang adalah WAKTU yang sangat baik untuk memulai, saat yang
tepat untuk kembali.” Digenggamnya erat kedua tangan sahabatnya, sahabat
kecilnya telah benar-benar kembali. Untaian doa dalam hati mengiringi airmata
Sari. ‘ya Allah kembalikan kami seperti kertas putih’
***
Sahabat pembaca,
kebahagiaan, ketenangan, ketentraman jiwa lahir bukan semata-mata karena keberlimpahan harta benda
(materi) semata. Ada faktor-faktor lain yang dapat mengantarkan kita menjadi
manusia mulia dan bahagia.
Pertama, bersyukur terhadap nikmat-nikmat yang
diberikan Allah kepada kita, baik itu nikmat yang kecil-kecil (yang terkadang
kita meremehkannya) dan juga nikmat yang besar.
Kedua, perbanyak berbagi , tidak hanya ketenangan jiwa yang kita dapatkan
manakala berbagi, tapi juga pahala yang berlimpah ruah dijanjikan Allah SWT
untuk hambanya yang gemar berbagi (infaq, sodaqoh dll).
Ketiga, kembalilah pada
jalanNYA yang lurus. Mendekat sedekat-dekatnya dengan Allah, melalui kualitas
ibadah yang ditingkatkan hari demi hari. Perbaiki kualitas ibadah secara sungguh-sungguh, kemudian serahkan hasilnya pada Allah SWT.
Ketiga hal
tersebut akan membantu anda kembali pada kejernihan hati dan kebersihan
pikiran. semoga kita bisa seperti kertas yang PUTIH
bersih tanpa noda.
BE THE BEST PERSON
Semoga
bermanfaat
Follow mbak Niek @nikmahnursyam
0 comments:
Posting Komentar