Senin, 20 Mei 2013

SEPUTIH KERTAS


Sari baru saja melipat sajadahnya, ketika sayup-sayup didengarnya suara salam.

“Wa’alaikumussalam...” sahutnya sambil tergopoh-gopoh berlari kepintu utama rumah mungilnya. Matanya terbelalak lebar saat pintu terkuak, sesosok tinggi semampai tersenyum lebar sambil merentangkan tangannya dan berteriak.
“Sariiiiii…”
“Jenniiiiiiii…”

Dua orang sahabat berpelukan erat, saling melepas kerinduan. Lima belas tahun berpisah, membuat sari begitu bahagia dapat bertemu kembali dengan sahabat kecilnya. Lima tahun lalu ia menemukan Jenny melalui jejaring sosial, dan sebulan lalu Jenny memberi kabar kalau ia akan pulang ke Indonesia. Lima belas tahun hidup di Eropa bersama omanya, membuat Jenny tumbuh menjadi wanita cantik nan modis. Tak henti-hentinya Sari berdecak kagum melihat dandanan Jenny. Dari ujung kaki hingga ujung rambut sangat menarik untuk dipandang.

“kamu cantik banget.” Puji Sari tulus
“thanks ,” sahut Jenny datar, dan tiba-tiba mukanya murung. Mendung menggelayuti parasnya yang cantik.
“aku ingin kembali sari….aku ingin seperti kamu..” katanya lirih
Sari menatap bingung pada sahabatnya itu. Jenny ingin hidup seperti ia, yang tinggal dirumah kontrakan kecil? Ingin hidup sederhana dipinggiran kota? Ah, bercanda dia, batinnya.

“Aku melihat ketenangan dalam hidupmu Sari,”lanjutnya sambil menatap tajam pada mata Sari,”Aku tidak!”
“Aku dimanjakan oleh harta dan gemerlapnya dunia,hingga aku lupa bahwa ada tempat kembali yang kita kekal didalamnya. Sari aku kekeringan cinta, aku kekeringan mental, aku jauh dari Allah, aku muslimah tapi aku tak melakukan kewajibanku sebagai muslim.” Air mata Jenny mulai menganak sungai.

Sari memeluk sahabatnya untuk memberikan ketenangan. Allah SWT memang belum memberinya kelimpahan harta seperti yang dimiliki Jenny dan teman-teman lain seangkatannya semasa sekolah, tapi Allah mengaruniai Sari ketenangan hati, kebahagiaan dalam rumah tangga kecilnya. 
Rumah kontrakan mungil ini adalah tempat ia hidup bersama lima anak yang ia temukan dibuang oleh orang tuanya dalam kardus saat mereka bayi. Ia besarkan anak-anak itu bersama suaminya layaknya anak kandung, karena sampai hari ini ia belum dikaruniai anak dari rahimnya sendiri. Mereka adalah menyejuk pandangan untuk ia dan suaminya.

“Jen, Allah Maha penerima tobat bagi hambanya yang sungguh-sungguh ingin bertobat.” Bisiknya pada Jenny.” Sekarang adalah WAKTU yang sangat baik untuk memulai, saat yang tepat untuk kembali.” Digenggamnya erat kedua tangan sahabatnya, sahabat kecilnya telah benar-benar kembali. Untaian doa dalam hati mengiringi airmata Sari. ‘ya Allah kembalikan kami seperti kertas putih’
                                                                                                                ***
Sahabat pembaca, kebahagiaan, ketenangan, ketentraman jiwa lahir bukan  semata-mata karena keberlimpahan harta benda (materi) semata. Ada faktor-faktor lain yang dapat mengantarkan kita menjadi manusia mulia dan bahagia. 
Pertama, bersyukur terhadap nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepada kita, baik itu nikmat yang kecil-kecil (yang terkadang kita meremehkannya) dan juga nikmat yang besar. 

Kedua, perbanyak berbagi , tidak hanya ketenangan jiwa yang kita dapatkan manakala berbagi, tapi juga pahala yang berlimpah ruah dijanjikan Allah SWT untuk hambanya yang gemar berbagi (infaq, sodaqoh dll). 

Ketiga, kembalilah pada jalanNYA yang lurus. Mendekat sedekat-dekatnya dengan Allah, melalui kualitas ibadah yang ditingkatkan hari demi hari. Perbaiki kualitas ibadah secara sungguh-sungguh, kemudian serahkan hasilnya pada Allah SWT.

Ketiga hal tersebut akan membantu anda kembali pada kejernihan hati dan kebersihan pikiran.  semoga kita bisa seperti kertas yang PUTIH bersih tanpa noda.

BE THE BEST PERSON
Semoga bermanfaat

Follow mbak Niek @nikmahnursyam

0 comments: