Aku mengedarkan
pandangan kesekelilingku. Subhanallah, tubuh kecil ini diantara jutaan
manusia. Dengan berbagai ras, dan warna kulit, berbaur menjadi satu. Tubuh
kecil ini semakin terasa keciiil diantara tubuh-tubuh tinggi besar disekitarku.
Hmmm ….Tidak ada direktur disini, tidak juga CEO perusahaan multinasional.
Tidak terlihat sosok manager disini, tidak juga staf biasa. Tidak ada majikan
disini, tidak juga pembantu. Semua sama, dalam balutan kain serba putih. Tak
ada yang bisa membedakan ia pengusaha sukses atau Office Boy disebuah
perusahaan kecil. Tak ada label, ia pejabat kondang dinegaranya atau hanya
tukang sol sepatu. Tak ada perlakuan khusus, apakah ia seorang artis
tercantik/terganteng sekalipun, atau hanya pembantu rumah tangga biasa. Dan
sekalipun di negaraku aku dihormati, diistimewakan, dibukakan pintu saat hendak
masuk dan keluar mobil, dipilihkan maskapai penerbangan ternyaman untuk
mengantarku sampai tujuan, dipilihkan hotel terbaik saat diundang kesebuah
kota, dipilihkan restoran terbaik untuk menjamuku dan selalu disiapkan segala
keperluan oleh asisten pribadiku. Namun tidak untuk disini, di miniatur akhirat ini. Aku
bukan lagi siapa-siapa disini, aku bukan apa apa, tak akan ada yang perduli
siapa aku, tak melekat sebuah tanda keistimewaan pada diriku. Sekali lagi,
disini kita semua sama. Hanya yang amal perbuatannya baiklah yang akan
mendapati perjalanan ibadahnya istimewa, manis tanpa hambatan.
Seringkali arogansi
dipertontonkan dalam keseharian kita. Jika kita orangtua yang menginginkan
kepatuhan dari anak-anak kita, maka arogansi sebagai orangtua keluar melalui
ancaman, tekanan dan pemboikotan. Jika kita majikan, arogansi kita keluar dalam
bentuk sikap kasar atau kata-kata merendahkan. Jika kita orang terpandang,
arogansi kita keluar dalam bentuk sikap meremehkan. Jika kita orang kaya raya,
arogansi kita bisa keluar dalam bentuk pemberian santunan yang mencabik-cabik
harga diri yang diberi bantuan. Dan masiih banyak lagi arogansi-arogansi yang
diperlihatkan dalam banyak situasi disekeliling kita.
Dan pesan ibadah
haji, menjungkir balikkan kearogansian tersebut. Betapa kita, dengan berbagai
macam latar belakang di hadapan Allah SWT sama. Tak ada alasan keistimewaan
kecuali bagi hamba-hambaNYA yang benar-benar TOTAL melakukan pendekatan
padaNYA, dalam suka maupun duka, dalam kelapangan maupun kesempitan, dalam
sehat maupun sakit, dalam segala situasi. Bukan hanya ketika sakit saja
mendekat, atau ketika terhimpit hutang saja baru tersungkur di atas sajadahnya,
atau ketika dalam kesulitan baru merapat padanya (walaupun tidak salah apa yang
dilakukannya itu).
Seharusnya tidak
hanya saat menunaikan ibadah haji saja kita menyadari ke papaan kita,
kekerdilan kita dihadapan kekuasaanNYA. Tidak hanya “disana” saja kita mampu
rendah hati, saat dihamparkan gambaran betapa kecilnya kita. Seyogyanya Saat
kita meninggalkan negeri tempat diutusnya Rasululloh SAW itulah mustinya kita membawa semangat perubahan yang
nyata, yang akan kita terapkan di rumah kita, di lingkungan kita, di kantor
kita, dimanapun kita berada. Sepulang dari sana semestinya kita semakin
menyadari bahwa kita hanya mampir sebentar di dunia ini, untuk kemudian kembali
ke alam keabadian, dan yang bisa menyelamatkan kita adalah Rahmat Allah
disebabkan ibadah-ibadah kita. Bahwa arogansi, kesombongan dan keangkuhan hanya
akan membawa kita pada kerugian yang kekal.
Betapa agungnya
pesan yang disampaikan dalam indahnya ibadah haji.
Sahabat The
Best, yuk kita ingat-ingat, bagaimanakah sikap kita selama ini? Bagi Anda yang
sudah menunaikan ibadah haji, apakah anda masih marah jika tak dipanggil bu
haji atau pak haji? Apakah sikap Anda sudah mencerminkan keagungan sikap seorang Muslim yang Taat? Apakah Anda telah menggantikan dendam, kebencian dengan rasa cinta dan kasih sayang, seperti pesan yang dibawa dalam ibadah haji?
Dan Bagi Anda yang belum berangkat “kesana”, sudahkah Anda memantaskan diri untuk memenuhi panggilanNYA?
Semoga Bermanfaat
Be The Best Person
mbak Niek
0 comments:
Posting Komentar